Lambang Garuda Pancasila |
Perancang Garuda Pancasila
Perancang
lambang negara Indonesia adalah Sultan Hamid II. Sultan Hamid II menggambarkan
lambang negara berupa seekor Burung Garuda berwarna emas dengan berkalungkan
perisai yang di dalamnya bergambar simbol-simbol Pancasila dan mencengkeram
seutas pita putih yang bertuliskan "BHINNEKA TUNGGAL IKA".
Lambang
negara tersebut dirancang sejak Desember 1949, yaitu beberapa hari setelah
pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Belanda. Untuk menseleksi
lambang negara yang akan digunakan, maka dibentuklah Panitia Lencana Negara
pada 10 Januari 1950. Pada saat itu, banyak usulan lambang negara yang diajukan
kepada panitia. Dengan melalui beberapa proses, rancangan karya Sultan Hamid II
diterima dan dikukuhkan sebagai lambang negara.
Sultan
Hamid II dilahirkan pada tahun 1913 dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie dan
meninggal pada 1978. Sultan Hamid II dilahirkan dari kesultanan Pontianak dan
pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Kalimantan Barat serta menjadi
Menteri Negara Zonder Portofolio di era Republik Indonesia Serikat.
Atas
usul dari Soekarno dan berbagai organisasi lainnya, rancangan Sultan Hamid II
tersebut disempurnakan sedikit demi sedikit. Pada Maret 1950, penyempurnaan
sampai pada tahap finalisasi. Rancangan final tersebut mulai diperkenalkan
kepada masyarakat sejak 17 Agustus 1950, dan sejak itu pula lambang tersebut
digunakan. Pengesahan resmi lambang Negara Garuda Pansaila pada 17 Oktober
1951, melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 66 Tahun 1951 yang dikeluarkan
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Sukiman Wirjosandjojo. Sedang tata cara
penggunaannya diatur melalui PP No. 43 Tahun 1958.
Sejak
tahun 1951, belum ada nama sah dari lambang negara tersebut, sehingga
memunculkan banyak sebutan, diantaranya Garuda Pancasila, Burung Garuda,
Lambang Garuda, Lambang Negara atau hanya sekedar Garuda. Oleh sebab itu, pada
18 Agustus 2000, melalui amandemen kedua UUD 1945, MPR menetapkan nama resmi
lambang negara.
Penulisan
nama resmi lambang negara Indonesia tersebut terdapat dalam pasal 36 A UUD 1945
yang disebutkan sebagai Garuda Pancasila. Nama tersebut
sesuai dengan desain yang digambarkan pada lambang negara tersebut, yaitu
Garuda diambil dari nama burung dan Pancasila diambil dari dasar negara
Indonesia.
Filosofi Garuda Pancasila
Garuda
Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yaitu Burung Garuda, Perisai dan
Pita Putih.
Menurut
Mitologi Hindu, Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari India.
Burung tersebut berkembang sejak abad ke-6 di Indonesia. Burung Garuda itu
sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada Burung Garuda itu
melambangkan kemegahan atau kejayaan.
Jumlah
bulu pada sayap Garuda sebanyak 17, bulu diekor berjumlah 8, bulu di pangkal
ekor berjumlah 19 dan bulu di leher berjumlah 45. Bulu-bulu tersebut jika
digabungkan menjadi 17-8-1945, yaitu
menggambarkan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Di
perisai yang terdapat pada Burung Garuda, mengandung lima buah simbol yang
masing-masing melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila. Perisai yang
dikalungkan tersebut melambangkan pertahanan Indonesia. Pada bagian tengah dari
perisai tersebut terdapat simbol bintang yang memiliki lima sudut. Bintang
tersebut melambangkan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
Lambang bintang tersebut dianggap sebagai sebuah cahaya, seperti cahaya
kerohanian yang dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia.
Dibagian
bintang, terdapat latar berwarna hitam. Latar tersebut melambangkan warna alam
yang asli yang memiliki Tuhan, bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber
dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.
Pada
bagian kanan bawah, terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila,
yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata
rantai yang berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkaitan membentuk
lingkaran. Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang
lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan
bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan
perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
Pada
bagian kanan atas, terdapat gambaran pohon beringin yang melambangkan sila
ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Kenapa pohon beringin yang digunakan? Karena
pohon beringin merupakan pohon besar yang bisa digunakan oleh banyak orang
sebagai tempat berteduh dibawahnya. Hal tersebut dikorelasikan sebagai Negara
Indonesia, dimana semua rakyat Indonesia dapat “berteduh” di bawah naungan
Negara Indonesia. Tak hanya itu saja, pohon beringin memiliki sulur dan akar
yang menjalar ke segala arah. Hal ini dikorelasikan dengan keragaman suku
bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
Pada
bagian kiri atas, terdapat kepala banteng. Kepala banteng tersebut melambangkan
sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Disini, kepala banteng memiliki
filosofi sebagai hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah,
dimana orang-orang berdiskusi untuk melahirkan suatu keputusan.
Di
bagian kiri bawah, terdapat lambang padi dan kapas. Lambang tersebut
melambangkan sila ke lima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Lambang tersebut dianggap dapat mewakili sila kelima, karena padi
dan kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang,
sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran. Hal itu sesuai dengan tujuan
utama dari sila kelima ini.
Di
lambang perisai sendiri, terdapat garis hitam tebal yang melintang di
tengah-tengah perisai. Garis hitam tebal tersebut melambangkan garis
khatulistiwa yang melintang melewati wilayah Indonesia. Sedangkan warna merah
dan putih yang menjadi latar pada perisai tersebut merupakan warna bendera
negara Indonesia. Merah, memiliki makna keberanian dan putih melambangkan
kesucian.
Pada
bagian bawah Garuda Pancasila, terlihat pita putih yang dicengkram, pita
tersebut bertuliskan “BHINNEKA TUNGGAL IKA”. Tulisan tersebut ditulis dengan
menggunakan huruf latin dan merupakan semboyan negara Indonesia. Bhinneka
Tunggal Ika, dalam bahasa Jawa Kuno memiliki arti “berbeda-beda tetapi tetap
satu jua.”
Kata
Bhinneka Tunggal Ika sendiri dikutip dari buku Sutasoma yang dikarang oleh
seorang pujangga di abad ke-14 dari Kerajaan Majapahit, Mpu Tantular. Kata
tersebut memiliki arti sebagai persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia
yang terdiri atas berbagai pulau, ras, suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa,
serta agama.
Makna
Lambang Negara Garuda Pancasila sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia
yang terdiri dari pelbagai macam suku, ras, budaya, adat, bahasa dan agama.
Apabila seluruh masyarakat Indonesia bisa memahami filosofi lambang negara
tersebut dengan baik, maka keutuhan dan persatuan bangsa dapat terjaga. Dengan
Dasar Negara yang kuat, Indonesia akan menjadi negara besar, maju, dan
rakyatnya sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar